Maimunah bintu Al Harits : Ummul Mukminin Yang Terakhir

08/06/2009 13:22

Maimunah bintu Al Harits : Ummul Mukminin Yang Terakhir
Penulis : assunnah.cjb.net

Berita kemenangan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam di medan Khaibar segera merebak ke seluruh penjuru, baik di kalangan kaum Muslimin maupun musyrikin. Tak terkecuali di kota Makkah. Seorang wanita mulia yang dikenal dengan keutamaan, nasab dan derajatnya yang tinggi tampak berseri-seri tatkala mendengar berita ini, ketika itu ia berada di rumah Ummu Fadl Lubabah bintu Al Harits saudara perempuannya, istri Abbas bin Abdul Muththalib.

Dialah Maimunah bintu Al Harits bin Hazn bin Bajir bin Hazm bin Ruwaibah bin Abdillah bin Hilal bin Amir bin Sha'shaah Al Hilaliyah, bibinya Abdullah bin Abbas dan Khalid bin Walid radliyallahu 'anhuma. Maimunah sering bolak-balik ke rumah Ummu Fadl. Dari Ummu Fadl inilah ia banyak mendengar tentang Islam, baik ajaran-ajarannya, hijrahnya kaum Muslimin, perang Badr maupun perang Uhud. Semua itu meninggalkan kesan yang mendalam di hatinya, tak heran bila ia sangat suka cita dengan berita kemenangan kaum Muslimin di Khaibar.

Dengan kebahagiaan yang memenuhi hatinya, Maimunah kembali ke rumahnya. Namun perasaan serupa tidak ia jumpai pada diri suaminya, Mas'ud bin Amr Ats Tsaqafi tampak sang suami sedang bermuram durja tak terpancar di wajahnya sedikitpun kegembiraan atas kemenangan kaum Muslimin. Keadaan ini menyebabkan keduanya berselisih dan akhirnya menghantarkan pada perpisahan. Semenjak perceraian itu Maimunah keluar dari rumah suaminya dan tinggal di rumah Abbas[1].

Ketika tiba hari Umrah sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian Hudaibiyah[2], Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan kaum Muslimin memasuki kota Makkah dengan aman untuk menunaikan Ibadah Umrah. Suara talbiyah berkumandang membahana ke segala penjuru.

Kedatangan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ke Makkah bersama kafilahnya yang terang-terangan itu membawa kekuatan dan sebuah nuansa keagungan yang membuat ciut nyali kaum musyrikin. Mereka segera berlarian ke gunung-gunung dan ke bukit-bukit sehingga bumi Makkah seakan bergoncang oleh telapak kaki mereka.

Sementara itu tetap tinggal di Makkah sejumlah orang dari kalangan laki-laki dan perempuan yang menyembunyikan keimanan mereka. Mereka yakin bahwa kemenangan dan pertolongan Allah itu dekat. Maimunah adalah salah seorang dari mereka ini. Betapa kemuliaan Islam telah memenuhi relung hatinya dan mendorongnya untuk menyatakan keimanannya. Lebih dari itu ia berharap dapat bernaung di bawah atap kenabian sebagai pendamping Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Sehingga ia bisa menyirami kalbunya dengan bimbingan langsung dari gurunya para guru tersebut.

Demikian akhirnya Maimunah mengungkapkan kata hatinya kepada Ummu Fadl. Ummu Fadl pun menyambungkan kepada suaminya dan menyerahkan urusan ini kepadanya.

Tanpa menunggu lebih lama lagi bersegera Abbas menemui Al Mustafa Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan menawarkan kepada beliau agar mau menikahi Maimunah bintu Al Harits.

Sungguh suatu hal yang amat menggembirakan bagi Maimunah tatkala Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menerima tawaran Abbas dan meminang Maimunah dengan mahar sebesar 400 dirham[3]. Asanya yang selama ini ia impikan akhirnya terwujud dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Dikisahkan pula bahwa Maimunah menghibahkan dirinya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam maka Allah Ta'ala menurunkan wahyu :

' ' dan wanita Mukminah yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya sebagai pengkhususan bagimu bukan untuk semua orang Mukmin ' .' (QS. Al Ahzab : 50)

Tiga hari di Makkah berlalu sudah. Kaum Muslimin harus segera kembali sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian Hudaibiyah. Orang-orang Quraisy mengirim utusan kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam untuk memberitahukan kepada beliau : 'Telah habis masamu maka keluarlah kamu dari daerah kami.'

Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda kepada mereka dengan lemah lembut :

'Bagaimana pendapatmu jika kalian biarkan aku untuk mengadakan pesta pernikahan? Kami akan membuat makanan dan menyuguhkannya kepada kalian.'

Mengetahui hal ini dengan kata-kata pedas mereka menjawab : 'Kami tidak butuh makananmu maka keluarlah kamu dari daerah kami.'

Orang-orang musyrik amat khawatir dengan keberadaan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Karena mereka tahu kunjungan beliau meninggalkan pengaruh yang kuat pada diri penduduk Makkah. Sebagaimana yang terjadi pada Maimunah bintu Al Harits, ia tidak hanya sekedar mengumumkan keislamannya bahkan lebih dari itu ia menyerahkan dirinya kepada beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.

Melihat gelagat ini akhirnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam membatalkan diri untuk tinggal lebih lama di Makkah, beliau lalu mengajak kafilah kaum Muslimin untuk kembali ke Madinah. Di tengah perjalanan tepatnya di Sarf yang berjarak 10 mil dari Makkah, beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam melangsungkan pernikahannya dengan Maimunah. Pernikahan mubarak itu terjadi sekitar tahun ketujuh hijriyah[4].

Maimunah bintu Al Harits yang semula bernama Barrah itu kini menjadi Ummul Mukminin. Dengan penuh ketaatan, wanita mulia ini mendampingi guru seluruh ummat manusia Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.

Sepeninggal sang kekasih Allah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Maimunah terus menghabiskan hidupnya dalam kebajikan dan takwa hingga ajal menjemputnya. Ia meninggal di Sarf dan dimakamkan di tempat itu juga.

Atha' (salah seorang tabi'in) mengisahkan bahwa pada hari meninggalnya Maimunah ia keluar bersama Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma, keponakan Maimunah. Selanjutnya Ibnu Abbas berkata :

'Jika kalian angkat kerandanya maka jangan kalian goncangkan dengan keras. Tetapi hati-hatilah dan pelan-pelan karena dia itu ibu kalian.'

Kaum Muslimin berkabung atas kepergiannya. Aisyah radliyallahu 'anha berkata :

'Sungguh Maimunah telah pergi, demi Allah, dia termasuk wanita yang paling takwa di antara kami dan paling suka menyambung silaturahmi.'

Salam bagimu wahai Ummul Mukminin Maimunah ' . Semoga Allah meridlaimu ' .

Maraji' :

1.Al Ishabah fi Tamyiz Ash Shahabah, Al Hafidh Ibnu Hajar Al Atsqalani.

2.Nisa'u Haula Ar Rasul, Syaikh Mahmud Mahdi Al Istambuli dan Asy Syaikh Mushthafa Abu An Nasr Asy Syalbi.

3.Usdul Ghabah fi Ma'rifati Ash Shahabah, Syaikh Al Allamah Ibnul Atsir.

4.Thabaqat Ibnu Sa'ad.

[1] Setelah berpisah dengan Mas'ud Ats Tsaqafi, Maimunah menikah dengan Abu Rahm bin Abdil Uzza bin Abi Qais yang kemudian meninggal dunia.

[2] Perjanjian Hudaibiyah adalah perjanjian yang salah satu isinya mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam harus kembali ke Madinah tanpa melaksanakan Umrah pada tahun tersebut dan tidak boleh memasuki Makkah kecuali tahun depan bersama kaum Muslimin. Mereka diberi jangka waktu selama tiga hari untuk berada di Makkah dan hanya membawa senjata yang biasa dibawa oleh musafir yaitu pedang yang disarungkan. Sementara pihak Quraisy tidak boleh menghalangi dengan cara apa pun.

[3] Dalam riwayat lain disebutkan bahwa maharnya sebesar 500 dirham. (Al Kamil Fi Tarikh 2/309)

[4] Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menikahinya, beliau dalam keadaan tahallul (telah selesai ihram) walaupun dalam masalah ini terjadi perselisihan pendapat. Apakah pernikahan tersebut berlangsung saat tahallul ataukah masih dalam keadaan ihram. Namun pendapat yang pertama yang lebih kuat, Wallahu A'lam.

Sumber : https://www.assunnah.cjb.net/

—————

Back