Mengenal Allah

29/05/2009 11:38

Tanah adalah asal usul manusia, tanah menjadi sumber kehidupan.

Jadi, tanah juga menjadi sesuatu yg diharapkan dan diinginkan. Bagaimana mungkin tanah menjadi sebuah harapan, jika bukan karena manusia tidak memiliki sedikit saja kesadaran? Dari sini, tampak betapa pentingnya mengenal Allah.

Tanpa mengenal Allah, hilanglah kesadaran manusia. Kalbunya akan menjadi lebih keras dan lebih kasar dari batu-batu gunung. Sebaliknya, tanah akan menjadi lebih agung dan lebih mulia dari akalnya.

Allah berfirman;
Aku ciptakan jin dan manusia hanyalah agar mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki agar mereka memberi aku makan. Sesungguhnya Allahlah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan yang sangat kokoh (QS 51; 56-58).

Ibn. Abbas menafsirkan kata “beribadah” sebagai
“mengenal”. Jadi, beliau membaca ayat itu demikian: Aku ciptakan
jin dan manusia hanyalah agar mereka mengenalKu.

Ada banyak macam pengetahuan (ma’rifah). Diantaranya adalah pengetahuan manusia tentang dirinya, tentang berbagai karakteristik kehidupan dan watak segala sesuatu, serta tentang Tuhannya.

Pengetahuan yg terakhir ini lebih penting dari detak jantung manusia. Kita tahu bahwa jika detak jantung manusia berhenti, berarti ia akan mati dan kembali menjadi tanah. Namun, kita tidak tahu, apakah jika manusia tidak lagi mengenal Allah, berarti kesadarannya sudah mati.

Kematian yg paling berbahaya adalah kematian manusia-manusia yg tidak mengenal Allah. Inilah yg dibenci Allah dari hamba-hambaNya. Kalbu mereka tidak lagi memiliki perasaan; akal mereka tidak lagi berfungsi; telinga mereka tidak mendengar; dan mata mereka tidak lagi melihat. Allah tidak suka hamba-hambaNya menjadi makhluk yg tidak memiliki kesadaran.

Karena itu, Allah menyeru agar mereka beribadah kepadaNya.

Dia juga menjelaskan kepada mereka bahwa DiriNya tidak pernah menunggu rezeki dari mereka. Sebaliknya, Dialah yg memberikan rezeki dan memberi makan kepada mereka. Dalam hal ini, rezeki yg paling besar adalah seruanNya kepada manusia agar beribadah kepadaNya dan mengenalNya.

Segala macam rezeki tidak akan berharga jika dibandingkan dengan rezeki yg satu ini. Semua rezeki itu akan hilang dan musnah, sementara rezeki yg satu ini akan tetap ada. Rezeki ini terefleksi dalam izin yg diberikan kepada hamba-hambaNya untuk mengetahui dan mengenalNya, serta kesempatan yg diberikan kepada mereka untuk beribadah kepadaNya. Kalaulah bukan karena kasihNya, kita tidak akan pernah tahu bahwa kita mempunyai pencipta.

Akidah Islam telah menjelaskan kepada kita bahwa Allah tidak
pernah membutuhkan ibadah hamba-hambaNya. Dia Maha Tinggi atas kekafiran orang-orang yg ingkar kepadaNya. Sekiranya jin dan manusia, sejak penciptaan bumi sampai hari kebangkitan, tetap kafir kepada Allah dan tidak mengakui nama-namaNya, yang demikian itu sama sekali tidak akan mengurangi keagunganNya sedikitpun.

Seandainya mereka semua benar-benar beribadah kepadaNya, yg demikian itu tidak akan menambah kekayaanNya sedikitpun. Yg bertambah kekayaannya adalah orang yg beribadah kepadaNya.

Sebaliknya, orang kafir berkurang kepemilikannya ketika ia mengingkari-Nya. Segenap makhluk dialam nyata atau alam gaib ini pasti bergantung kepada Allah. Tidak ada seorangpun di dunia ini yg berdiri sendiri, atau malaikat sekalipun. Mereka bertindak atas dasar perintah dan izin Allah, atas dasar cahaya dan rahmatNya; sebagaimana manusia dan jin hidup dengan bergantung pada nikmat dan rezekiNya.

Dalam sebuah hadis qudsi, diriwayatkan bahwa Allah berfirman; “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kalian tidak akan mampu berbuat sesuatu yg membawa mudharat kepada-Ku, dan kalianpun tidak akan sanggup berbuat sesuatu yg membawa manfaat bagiKu. Wahai hamba-hamba-Ku, sekiranya semua orang terdahulu dan terkemudian;dari manusia dan jin, seluruhnya berada dalam ketakwaan yg paling tinggi, hal itu tidak akan menambah kebesaran kerajaanKu sedikitpun. Wahai hamba-hamba-Ku, sekiranya orang-orang terdahulu dan terkemudian; dari manusia dan jin, semuanya berbuat kejahatan yg paling besar, hal itu tidak akan mengurangi kebesaran kerajaanKu sedikitpun”.

Penulis : Drs. H. Saifullah Bainuri, MM

—————

Back